Our Feeds

Rabu, 05 Oktober 2016

Nurhayati Mualif

KUPU-KUPU YANG GAGAL TERBANG

Menarik sekali kiriman dari seorang teman dari Whatsapp... Sayang sekali kalau tidak di arsipkan, sebagai bahan renungan kita semua dengan fenomena miris yang lalu lalang di sekeliling kita.

Melihat fenomena pola tingkah laku murid sekolah berpesta pora setelah UN yang buat geleng kepala ini,membuat saya teringat kisah sebuah kepompong yang gagal terbang.

Bukan salah si kepompong tapi, sebab sang peneliti yang sudah memperhatikan proses kelahiran kepompong lainnya tak tega memperhatikan kepompong sepertinya tersiksa saat melewati lubang sempit sebelum menjelma menjadi kupu-kupu. Ia berfikir jika lubang itu diperbesar sedikit saja mungkin akan lebih memudahkan kupu kupu untuk keluar dari lubang kepompong tersebut. Maka diguntinglah lubang tersebut dengan niat baik membantu proses metamorfosis tersebut.

Walhasil, dengan lubang buatan yang diperbesar itu, kupu kupu itupun keluar kulit kepompong tanpa proses yang terlihat menyakitkan itu.

Namun, tidak seperti yang dia bayangkan, kupu2 yang lahir dengan proses abnormal tadi malah tak bisa mengepakkan sayapnya untuk terbang menghiasi dunia.

Rupanya, dalam proses kelahiran melalui lubang sempit yang terlihat menyakitkan itulah terdapat proses peguatan tulang dan otot yang dibutuhkan oleh kupu kupu itu untuk bisa mengepakkan sayapnya.

Mungkin inilah yang terjadi dengan putra putri Indonesia yang foto2 pesta pora mereka tersebar di dunia maya tersebut. Proses pendidikan yang mereka jalani adalah pendidikan yang tidak bertumpu pada proses, tapi pendidikan yang berorientasi hasil semata. Sekolah pun seolah lupa bahwa salah satu ciri pendidikan yang bernyawa adalah bertumpu pada proses.

Nilai akademik diagungkan setinggi langit terlepas bagaimana cara mendapatinya. UN menjadi tujuan yang sakral mengalahkan tujan haqiqi dari pendidikan: membentuk akhlak Mulya  untuk menggapai ridha Allah Swt.

Orangtua cenderung ingin selalu cepat turun tangan mengambil masalah yang dihadapi buah hatinya. Berbagai guru les disiapkan jika sang anak sulit dalam belajar. Terkadang bahkan proses hukum dicampuri dan diambil alih orangtua karena tak ingin melihat anaknya dihukum meskipun jelas kesalahannya. Bahkan jika pun harus mendamprat guru atau menyogok pembuat kebijakan. Persis seperti proses membantu kepompong tadi.

Tak terhitung kemudahan kemudahan lain dalam bentuk fasilitas seperti kendaraan, gadget dan lainnya yang kadang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan. Mereka lupa, bahwa hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anaknya bukanlah fasilitas dan kemudahan hidup, tetapi pada dasarnya adalah tantangan hidup.

Mereka lupa, bahwa anak perlu diajarkan menghadapi realitas dunia orang dewasa, diajarkan menghadapi kesulitan2 hidup, mengadapi rasa frustasi, kegagalan 'membuka pintu' dan jatuh bangun di usia muda..

Maka..
Maafkan kami guru dan orangtuamu nak..
Maafkan jika membuat hidup kalian tak melewati proses yang seharusnya ada didalam membentuk pibadi dengan karakter yang kuat..
Maafkan jika kami membuat hidup kalian terlalu mudah...

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »